Mengkaji Ulang “Filsafat Terbit di Timur”

Oleh: Mohammad Lutfi Maula (181310015)

“Filsafat Terbit di Timur” menjadi salah satu materi favorit saya dalam perkuliahan Filsafat Timur. Sebab, fakta-fakta yang dikemukakan dalam materi tersebut, telah membentangkan cakrawala ilmu pengetahuan yang tak sempat saya lirik sebelumnya. Materi ini berhasil merambah hasrat keingintahuan saya. Berlebihan? Saya kira tidak. Bagaimanapun, sedari awal masuk jurusan filsafat, sedari awal membaca buku-buku filsafat, bahkan sedari awal mengenal kata filsafat, yang melela dalam kepala saya hanyalah postulat bahwa filsafat lahir dan bermula di Yunani, dengan tiga tokoh pokoknya; Socrates, Plato, Aristoteles.

Tentu saja, sebagai pelajar saya mesti tetap bersikap skeptis terhadap materi tersebut. Apakah benar filsafat terbit di Timur? Maka pada akhirnya saya mencoba menggali sumber-sumber yang dapat membenarkan postulat tersebut. Dan tak butuh lama, dalam dua buku, saya menemukan beberapa temuan menarik. Pertama, dalam buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda (Marjin Kiri) karya Ernest H. Gombrich, khususnya dalam Bab Sejarah Mesir, saya menemukan fakta bahwa sedari awal peradaban Mesir, telah mengenal filsafat, meski kata tersebut tentu saja belum pernah diucapkan orang-orang pada jaman itu.

Seperti misalnya, ketika di jaman Raja Menes, firaun pertama Mesir di tahun 3100 SM, dimana ia beserta rakyatnya membuat kidung untuk Sungai Nil. Ya,  terletak di tepi selatan Laut Tengah di bagian Afrika yang paling dekat dengan Eropa, sedari ribuan tahun lalu, Sungai Nil jelas menjadi anugerah terbesar bagi Mesir. Sebuah negeri berbalut padang pasir dengan cuaca Afrika yang panas, serta curah hujan yang rendah, pada masa itu, dua kali setahun Sungai Nil membanjiri Mesir dan menyuburkan lahannya. Karena anugerah tersebut pada masa itu rakyat Mesir menyembah Sungai Nil dan menyanyikan kidung untuknya. Dan, melalui kisah ini, tentu saja kita bisa membuat hipotesa bahwa sejatinya rakyat Mesir pada jaman itu telah “berfilsafat”, jauh sebelum Thales, bapak filsuf Yunani itu memikirkan air sebagai awal mula segala kehidupan pada abad 6 SM.

Kedua, dalam buku Penghancuran Buku Dari Masa ke Masa garapan Fernando Baez (Marjin Kiri), saya menemukan fakta bahwa aksara, kebudayaan, teknik medis, ditemukan oleh orang-orang Timur. Dan tentu saja, segala temuan itu tidak akan pernah ada jika orang-orang pada masa itu tidak “berfilsafat”. Maka, bagi saya, filsafat terbit di Timur bukan sekadar diktum tak berintegritas, meski bukan berarti tanpa cela sama sekali.   (*)