(Sumber gambar; NU Online)
Indonesia yang kaya
akan sumber daya dan kaya akan budaya. Negeri besar dengan jumlah penduduk
peringkat empat terbanyak di
dunia
yang tersebar di seluruh nusantara. Dengan mayoritas penduduknya seorang muslim,
menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,
Islam sendiri adalah
agama rahmatan lil’alamin dapat digambarkan salah satunya, dengan Islam
yang mengakar kuat di bumi Nusantara, sementara berkah dan tampilannya
berwarna-warni memberikan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Seluruh bangunan wajah Islam Nusantara menjadi bukti nyata bahwa Islam sudah mengakar dalam seluruh tradisi Nusantara. Dengan nilai Islam yang sudah mengakar itu, Islam memberikan sumbangan sangat besar bagi ketertiban, ketentraman, dan peradaban bagi Indonesia. Berbagai ancaman intoleransi dan radikalisme itu harus disingkirkan, karena berbahaya bisa mencabut akar kuat Islam yang sudah mengakar di bumi Nusantara ini. Meskipun mayoritas penduduknya muslim, Indonesia bukanlah Negara Islam, sebagaimana beraneka ragamnya suku dan budaya bahkan agama yang ada di Indonesia.
Sehingga Indonesia menjadi Negara dengan mayoritas umat muslim terbesar di dunia ini tidak menerapkan hukum Islam sebagai landasan dasar negara. Maka dari itu sering mencuat wacana bahwa keislaman dan keindonesiaan adalah dua hal yang saling bertentangan. Banyak sebagian kelompok-kelompok memahami Pancasila sebagai antitesis terhadap Islam. Tidak hanya itu, narasi-narasi yang dihembuskan sudah mengoyak keislaman dan keindonesiaan bahwa Pancasila tidak becus mengatasi persoalan kebangsaan yang sudah sedemikian akutnya. Sehingga, menurut kelompok-kelompok ini, jika Indonesia ingin berubah, solusi satu-satunya adalah penerapan khilafah. Pemikiran-pemikiran seperti ini harus dihilangkan, mengingat betapa bahayanya terorisme yang berlaku dalam suatu sistem tatanan Negara. Maka dari itu perlu kita ketahui bahwa Islam dan Keindonesiaan masih memiliki kesinambungan yang perlu kita kaji secara seksama.
Seluruh bangunan wajah Islam Nusantara menjadi bukti nyata bahwa Islam sudah mengakar dalam seluruh tradisi Nusantara. Dengan nilai Islam yang sudah mengakar itu, Islam memberikan sumbangan sangat besar bagi ketertiban, ketentraman, dan peradaban bagi Indonesia. Berbagai ancaman intoleransi dan radikalisme itu harus disingkirkan, karena berbahaya bisa mencabut akar kuat Islam yang sudah mengakar di bumi Nusantara ini. Meskipun mayoritas penduduknya muslim, Indonesia bukanlah Negara Islam, sebagaimana beraneka ragamnya suku dan budaya bahkan agama yang ada di Indonesia.
Sehingga Indonesia menjadi Negara dengan mayoritas umat muslim terbesar di dunia ini tidak menerapkan hukum Islam sebagai landasan dasar negara. Maka dari itu sering mencuat wacana bahwa keislaman dan keindonesiaan adalah dua hal yang saling bertentangan. Banyak sebagian kelompok-kelompok memahami Pancasila sebagai antitesis terhadap Islam. Tidak hanya itu, narasi-narasi yang dihembuskan sudah mengoyak keislaman dan keindonesiaan bahwa Pancasila tidak becus mengatasi persoalan kebangsaan yang sudah sedemikian akutnya. Sehingga, menurut kelompok-kelompok ini, jika Indonesia ingin berubah, solusi satu-satunya adalah penerapan khilafah. Pemikiran-pemikiran seperti ini harus dihilangkan, mengingat betapa bahayanya terorisme yang berlaku dalam suatu sistem tatanan Negara. Maka dari itu perlu kita ketahui bahwa Islam dan Keindonesiaan masih memiliki kesinambungan yang perlu kita kaji secara seksama.
Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa Islam adalah suatu agama penyempurna bagi agama-agama sebelumnya.
Begitu juga dengan kitabnya, yakni al-Qur’an sebagai pedoman yang dibawa dan
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat manusia. Namun benarkah
Islam adalah agama pemersatu? Yakni, agama yang bersifat Universal, Inklusif,
Egaliter, dalam arti memandang semua manusia itu dalam arti sama. Padahal,
sesuai dengan realita dunia yang ada dihadapan kita sekarang, bahwa seluruh
manusia di dunia memanglah berbeda-beda baik dalam segi
apapun. Dalam perbedaan, manusia hidup saling berkompetisi dan berselisih satu
sama lain untuk menjadi paling baik dari yang terbaik. Akibat dari perselisihan
itu biasanya akan melahirkan perpecahan antar sesama individu ataupun komunitas
manusia. Berabad-abad setelah wafatnya Rasulullah Saw, Islam masih menyebar
keseluruh penjuru dunia.
Khususnya setelah runtuhnya Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, yang disebut sebagai sebuah masa keemasan dan kejayaan islam (Golden Age), Islam kemudian menyebar jauh hingga ke Asia Tenggara. Sebuah riset menyebutkan bahwa terdapat tujuh cabang Peradaban Islam setelah hancurnya Baghdad. Diantaranya adalah Arab, Persi, Turki, Afrika Hitam, Anak Benua India, Arab Melayu di Asia Tenggara dan Cina. Sedangkan Indonesia merupakan Negara yang ada di Asia Tenggara. Itu artinya, Indonesia merupakan Negara yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam, Padahal, jika kita tengok lagi sejarah, sebelum datangnya Islam di Indonesia, mayoritas penduduk Indonesia, terutama di Pulau Jawa pada masa itu menganut agama Hindu. Salah satu kerajaan Hindu di kepulauan Jawa dahulu ialah Kerajaan Tarumanegara. Namun yang menjadi pertanyaan ialah, disaat Hindu sudah menjadi agama pribumi yang dianut secara mayoritas oleh kalangan penduduk Indonesia, mengapa islam yang datang saat itu bisa begitu mudah diterima di Indonesia secara sempurna, bahkan masih bertahan hingga saat ini sebagai agama yang mayoritas dianut oleh para rakyatnya? Kekuatan apakah yang mampu membuat Islam begitu mudah diterima di Indonesia? Nilai-nilai dan konsep-konsep apa sajakah yang ia tawarkan?
Khususnya setelah runtuhnya Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, yang disebut sebagai sebuah masa keemasan dan kejayaan islam (Golden Age), Islam kemudian menyebar jauh hingga ke Asia Tenggara. Sebuah riset menyebutkan bahwa terdapat tujuh cabang Peradaban Islam setelah hancurnya Baghdad. Diantaranya adalah Arab, Persi, Turki, Afrika Hitam, Anak Benua India, Arab Melayu di Asia Tenggara dan Cina. Sedangkan Indonesia merupakan Negara yang ada di Asia Tenggara. Itu artinya, Indonesia merupakan Negara yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam, Padahal, jika kita tengok lagi sejarah, sebelum datangnya Islam di Indonesia, mayoritas penduduk Indonesia, terutama di Pulau Jawa pada masa itu menganut agama Hindu. Salah satu kerajaan Hindu di kepulauan Jawa dahulu ialah Kerajaan Tarumanegara. Namun yang menjadi pertanyaan ialah, disaat Hindu sudah menjadi agama pribumi yang dianut secara mayoritas oleh kalangan penduduk Indonesia, mengapa islam yang datang saat itu bisa begitu mudah diterima di Indonesia secara sempurna, bahkan masih bertahan hingga saat ini sebagai agama yang mayoritas dianut oleh para rakyatnya? Kekuatan apakah yang mampu membuat Islam begitu mudah diterima di Indonesia? Nilai-nilai dan konsep-konsep apa sajakah yang ia tawarkan?
Indonesia pada masa kini
dikenal sebagai Negara yang multikultur, multiagama dan menganut demokrasi
sebagai sistem pemerintahannya. Dengan segala perbedaan yang ada di Indonesia,
Indonesia menyatukannya dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.
Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila inilah yang merupakan nilai Keindonesiaan
pada Indonesia. Karena ia mencakup seluruh kemajemukan/keberagamaan dalam segi
kultur maupun agama di Indonesia. Menurut Nurcholish Madjid, apa yang menjadi
Tujuan Indonesia ialah masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Sedangkan keindonesiaan dalam arti kebangsaan Indonesia menurut Ahmad Syafi’i
Ma’arif ialah Bangsa Indonesia yang tidak beralih menjadi kebangsaan yang
ekspansif yang tidak lain dari Imperialisme modern, berdasar pada Penyataan
Bung Karno yang mengutip dari perkataan Mahatma Gandhi “My Nationalism is Humanity (Kebangsaan saya adalah perikemanusiaan)”.[1]
Pada dasarnya,
Keindonesiaan itu tidak bisa lepas dari nilai-nilai Pancasila. Karena tujuan
bangsa Indonesia terkait erat dengan nilai-nilai tersebut. Lalu, apakah
hubungannya Islam dengan Keindonesiaan ini? Dan apakah daya tarik Islam sehingga
banyak tokoh mengatakan bahwa hubungan antara Keislaman dan Keindonesiaan ini
tidak bisa dipisahkan? Daya tarik yang paling utama dari Islam adalah karena ia
bersifat psikologis. Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa semua orang
dimata Allah adalah sama, sama-sama dibuat dari tanah, bahwa tak seorang pun
dibenarkan untuk diistimewakan sebagai yang lebih baik ataupun lebih unggul.
Dalam Islam tidak ada sakramen/ acara-acara inisiasi yang misterius, juga tidak
ada kelas pendeta. Islam memiliki kesederhanaan yang hebat dengan hubungannya
yang langsung dan pribadi antara manusia dengan Tuhan.
Selain itu, Islam di
sisi lain memiliki pandangan-pandangan sosio-politik. Akarnya ada pada semangat
egalitarianisme, yang merupakan hasil dari pengikatan diri antar anggota
masyarakat dan meliputi semua anggota masyarakat tanpa memandang latar belakang
hidupnya. (kalangan atas, menengah ataupun rakyat kecil). Hal ini dibuktikan
dalam sejarah ketika Islam berhasil diterima secara baik dan sempurna oleh
Indonesia. Tentunya hal itu dapat terjadi karena Islam telah berhasil
mempengaruhi dalam segala segi secara menyeluruh. Dalam arti, tidak hanya
mempengaruhi nilai-nilai religiusnya yang kental dengan sufismenya, seperti
budaya kejawen yang merupakan ilmu kebathinan (spiritualisme Jawa) yang
terpengaruh oleh Islam, namun juga mempengaruhi bidang-bidang lain terutama
budaya Indonesia di bidang kemasyarakatan dan kenegaraan. Jika kita hubungkan
dengan perumusan nilai-nilai Pancasila, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa kita
akan segera menemukan unsur-unsur Islam dalam konsep-konsep tentang adil, adab,
rakyat, hikmat, musyawarah dan wakil.[2] Dan sebagaimana kita
ketahui, bahwa kata-kata yang terdapat dalam pancasila sebagiannya berasal dari
bahasa Arab seperti adil, adab, hikmat, musyawarah yang merupakan
konsep-konsep utama dalam ajaran Islam.
Negara Indonesia
memanglah menjunjung persatuan karena berbagai keragaman yang dikandungnya, sesuai
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda Tetap Satu Jua). Dalam
hubungannya Islam bersamaan dengan rasa dan kesadaran hukum yang diwujudkan
oleh Nabi dalam rintisannya untuk membentuk komunitas Negara berkonstitusi,
semangat Egalitarianisme yang ada pada Islam memberikan kontribusi yang paling
penting bagi pembangunan Indonesia di masa depan, khususnya pembangunan
demokrasi. Semangat saling menghormati yang tulus dan saling menghargai adalah
pangkal bagi adanya pergaulan kemanusiaan dalam sistem sosial dan politik yang
demokratis. Memang, Permaslahatan mengenai agama itu tidak bisa lepas dari
Indonesia, karena sesuai dengan bunyi sila pertama dalam Pancasila “Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Prinsip-prinsip ketuhanan yang bernilai moral dan etika yang bagus
memang dibutuhkan dalam membangun nasionalisme bangsa juga mewujudkan budaya
demokrasi demi kemajuan bangsa.
Adalah ekslusif jika
kita mengatakan bahwa islam adalah agama yang paling benar daripada agama-agama
yang lain. Kemudian memaksa orang-orang beragama selain Islam untuk masuk ke
dalam agama Islam karena agama-agama selain Islam itu adalah salah ataupun
sesat. Justru Islam itu bersifat Inklusif dengan semangat Universal dan Netral,
bukanlah fanatik dan ekstrem, bukan bersifat paksaan dan kekerasan, Bukankah
Islam itu cinta damai? Hal ini terbukti dalam firman Allah dalam Q.S Yunus :
99, “Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah
semua orang di muka bumi, tanpa kecuali. Apakah engkau (hai Muhammad) akan
memaksa umat manusia sehingga mereka menjadi beriman?” Lalu dalam potongan ayat
al-Ma’idah ayat 48 berbunyi, “...... Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan, Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu terhadap apa saja yang dahulu kamu perselisihkan,” sudah jelas dalam
ayat-ayat al-Qur’an tersebut bahwa manusia itu berbeda-beda, baik itu dalam
agama, budaya, ras, suku, dan lain sebagainya. Terutama dalam agama al-Qur’an
pun sudah menegaskan bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan pemaksaan
terhadap orang lain untuk memasuki agama islam dan harus saling menghormati
juga berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Sehingga toleran yang tinggi
terhadap adanya keberagaman di dunia ini dan memiliki prinsip moral yang bisa
diterapkan demi tegaknya keadilan di Negara Indonesia ini.
Jika kita melihat
keadaan Indonesia saat ini, nampaknya terlihat bahwa nilai-nilai pancasila dan
nilai-nilai ketuhanan sudah semakin memudar. Nilai Politik sudah dipandang
tidak murni lagi dan sudah ternodai akibat banyaknya kasus-kasus korupsi di
Indonesia. Rakyat kurang sejahtera mayoritas disebabkan oleh krisis ekonomi yang menghimpitnya,
akibatnya banyak tindak kriminal dimana-mana dengan menghalakan segala cara
demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, akhir-akhir
ini
dipandang bahwa hukum di Indonesia
dinilai sudah tidak adil dan tidak setara lagi. Akhirnya nilai-nilai Pancasila
yang luhur sebagai ideologi yang terbuka tidak lagi dianggap berarti.
Nilai-nilai ketuhanan pun semakin memudar dengan semakin maraknya tindak
kriminal dan korupsi yang tidak mencerminkan kehidupan yang berlandaskan
landasan moral dan etika. Pada kenyataannya, tantangan utama negeri Indonesia
dari generasi ke generasi (dari sejak pra kemerdekaan hingga era reformasi)
belumlah berubah dari dulu hingga sekarang, yakni kemiskinan, ketidakadilan,
dan ketidakdaulatan.
Ketidakadilan dan
ketidakdaulatan itu sebenarnya kembali lagi pada nilai-nilai dasar pancasila
Indonesia yang hampir oleh sebagian orang dianggap hanya sekedar sebagai simbol
saja yang tak memiliki pengaruh berarti bagi Indonesia. Padahal Pancasila
itulah yang mampu menyatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak pulau,
berbagai suku dan beragam budaya dan agama. Sebagaimana yang Bung Karno katakan
bahwa Indonesia tak mungkin bersatu tanpa dasar Pancasila itu. Oleh karena itu
kita haruslah bersikap proaktif terhadap nilai-nilai Pancasila, yakni usaha mengetahui
dan mengahayati apa sebenarnya yang dikehendaki oleh nilai-nilai yang luhur
itu, dengan keberanian mengadakan “pengusutan” kepada keadaan sekarang. Maka
disini berarti dikehendaki adanya persepsi kepada pancasila sebagai ideologi
terbuka dan disanalah nilai Keindonesiaan. Tidak lupa disertai dengan faktor
paling fundamental dan dinamis dari etika sosial yang diberikan oleh Islam,
yakni egalitarianisme dalam arti semua anggota keimanan itu, tidak peduli warna
kulit, ras, status sosial atau ekonominya, adalah partisipan yang sama dalam
komunitas, Sehingga kedua prinsip dari Indonesia dan Islam ini bisa selaras dan
mewujudkan Bangsa yang demokratis, adil dan makmur sesuai dengan nilai-nilai
luhur Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.
[1] Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan
Kemanusiaan, hal 29.
[2] Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, hal 48.
0 Komentar