Oleh: Mohammad Lutfi Maula (181310015)

 

Tao Te Ching, suatu kitab kuno tentang jalan kehidupan yang ditulis ribuan tahun yang lalu di Tiongkok sebagai ajaran filsafat, ditampilkan oleh seorang bernama Lao Tsu pada abad ke-6 sebclum Masehi (Lau Su) 551-479 SM. Ia adalah seorang pejabat di arsip kekaisaran dan bukunya terdiri dari dua bagian dalam bahasa Mandarin klasik yang sudah sulit dimengerti, dan dikaji dari kepustakaan bahasa Inggris.

Terjemahan menyeluruh dari judul Tao Te Ching adalah “kitab klasik tentang jalan kebajikan”, karena Tao berarti “jalan menyeluruh proses alam semesta yang berkelanjutan penuh kescimbangan, penuh energi dan bergerak tanpa pamrih dan pasrah, yang esensial namun tak dapat dikuasai manusia”. Te berarti “kebajikan” dalam arti karakter batin dalam integritas pribadi manusia dengan maksud keunggulan moral. Sedangkan Ching berarti “kitab Klasik".

Barangkali, dapat kita katakan yang langsung ditampilkan oleh Lao Tsu adalah perbedaan antara 'jalan kehidupan' dengan “memahami kehidupan' dan singkatnya menjalani kehidupan adalah menempuh rahasia hidup tentang cinta, kerendahan hati, dan kesederhanaan. Langsung tampil suatu paradoks bahwa cinta itu bukan melemahkan tetapi menguatkan, kerendahan hati bukan merendahkan tetapi meninggikan. Kesederhanaan malah berarti berkelimpahan. Tao sebagai jalan adalah proses menyeluruh alam semesta yang berkelanjutan tanpa henti, penuh keseimbangan dan penuh energi. bergerak tanpa pamrih dan serba pasrah, berarti menjalani hidup berdasarkan hukum alam adalah hidup yang harmonis.

Dalam prolog yang mendahului bagian pertama Tao Ching ditemukan beberapa kata kunci dengan relevansi tinggi terkait jalan kehidupan. Yang menarik adalah disebutkannya pengetahuan Tiongkok kuno bahwa dikotomi antara pikiran dan tubuh pada manusia tidak dikenal, dan bahwa organ pikiran bukanlah otak tetapi jantung, dan bahwa sumber energi adalah Qi, yang bentuk murninya adalah napas, pula gerak di alam semesta. Maka itu dikenal Wu Wei sebagai “tindakan tanpa kehendak”, berarti tanpa alasan, tanpa tujuan, dan pertimbangan moral atau kehati-hatian, tetapi murni, selaras dengan alam semesta dan hukum alam.

Setelahnya, kita tahu prinsip aktivitas dan pasivitas sebagai Yang dan Yin yang saling melengkapi bukan saja pada tubuh manusia tetapi juga di dalam kosmos, seperti “ketiadaan” dan “keadaan”, Langit dan Bumi, Gelap dan Terang. Kelengkapan atau keseimbangan Yin-Yang, bila terganggu pada tubuh berarti menjadi gangguan sumber penyakit yang dapat disembuhkan dengan mengembalikan keseimbangan sebagai prinsip penyembuhan, akupunktur Tiongkok. Wu Wei dalam jalan kehidupan juga ditafsirkan sebagai “tidak bertindak” berarti ego manusia yang tidak reaktif, tidak tertarik kepemilikan, selaras dengan hukum alam semesta.

Demikian ditemukan beberapa pengertian mendasar Wu Wei, Qi dan Yin-Yang dalam prolog yang mendahului buku pertama Tao Ching yang mencakup 37 sajak. Mengapa disebut sajak? Dalam hal ini saya sependapat dengan Prof. Toety Heraty dalam kata pengantar terjemahan kitab Tao Te Ching (YOI).

Sajak pertama berjudul Tao dan sajak ke-37 bertajuk Keinginan. Tetapi sajak ini selalu multitafsir meskipun gagasan dasar Tao dapat jumpai dalam penyatuan akhir kehidupan, pula ditentukan perilaku dengan tiga warisan utama ialah cinta, kerendahan hati, dan kesederhanaan, kesuksesan hanya riak kecil saja dalam filsafat kehidupan Tao Ching ini.

Kutipan dari Sajak pertama Tao Ching:

Tao

Ketiadaan disebut awal Langit dan Bumi

Keduanya dianggap misteri