Terdaftar sebagai mahasiswa filsafat di salah satu Universitas Indie
Islam Negeri, saya sering mendapat banyak pertanyaan perihal masa
depan. Baik oleh sanak keluarga, teman-teman di lain jurusan, mantan
guru sekolah, driver gojek, tukang es cendol, dan segenap Bangsa
Indonesia.
Ya, pertanyaan-pertanyaan semisal, “kalo kuliah di jurusan filsafat, nanti lulus jadi apa?”
Biasanya, sehabis dapat pertanyaan semacam ini, saya suka jawab bahwa mahasiswa filsafat bisa menjadi apa saja lulus kelak.
Bisa menjadi astronaut, guru penjas, dan masih banyak profesi lainnya.
Ya, pokoknya, bisa bergulat di semua bidang. Eh, bohong ding. Biasanya,
kalo ditanya gitu, saya suka diem aja sambil ngasih senyum kecut buat si
penanya.
Sepengalaman saya mengenyam pendidikan di jurusan filsafat, saya
tidak merasa ada yang lebih spesial di jurusan saya ini. Bagi saya,
terdaftar sebagai mahasiswa filsafat adalah suatu hal yang biasa-biasa
saja. Tak ada bedanya menjadi mahasiswa di jurusan lain.
Tetapi, ada beberapa hal unik yang saya jumpai sebelum maupun sesudah
kuliah di jurusan filsafat. Berbeda dari jurusan lain, sesaat masuk di
jurusan filsafat, biasanya kita diberi sebuah wejangan oleh para ahli.
Semisal “hati-hati kuliah di filsafat, nanti bisa sesat” atau “belajar
filsafatnya biasa-biasa aja, jangan terlalu didalami, nanti kelewat
batas.” Yang jadi pertanyaan, memangnya yang disebut sesat dan kelewat
batas itu seperti apa, Bos?
Belum lagi, pas ketemu temen dari jurusan lain. Biasanya mereka suka
mencekoki saya dengan pertanyaan-pertanyaan absurd. Seperti “Tuhan itu
ada di mana, ya?” atau “lu tau gak roh kita itu sebenarnya bersemayam di
mana, sih?” dan pertanyaan-pertanyaan absurd lainnya.
Kendati tujuan teman saya gurau belaka, namun, mengapa
pertanyaan-pertanyaan absurd seperti itu melulu ditujukan kepada
mahasiswa filsafat? Kenapa gak ditanya ke anak-anak jurusan Fisika,
Kimia, Matematika, atau jurusan lain, gitu? Siapa tahu mereka bisa
menjawab keberadaan Tuhan, roh, dan hal-hal metafisik lainnya
menggunakan sebuah rumus. Hehe
Pertanyaan-pertanyaan
semacam itu sebenarnya tak lebih dari sekadar pertanyaan biasa. Bagi
mahasiswa filsafat, yang lebih horor dan sering meneror itu, ialah
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan profesinya selepas wisuda.
Sebagaimana kita ketahui bersama, dewasa ini, orang-orang sangat
lihai menyandingkan profesi dengan program studi. Semisal alumni jurusan
ilmu ekonomi, udah pasti kerja di bidang perekonomian. Atau alumni
jurusan ilmu hukum pasti jadi advokat hebat laiknya Hotman Paris. Dan teori-teori kontroversi lain semacamnya.
Tidak sedikit orang berspekulasi, bahwa kuliah di jurusan ini itu
sudah pasti gampang dapet kerjanya. Namun, spekulasi-spekulasi semacam
itu tak berlaku bagi mahasiswa jurusan filsafat. Stigma-stigma semacam
‘mahasiswa filsafat kalo lulus susah cari kerja’ inilah yang kerap
membuat ragu banyak orang untuk melanjutkan studinya di jurusan
filsafat.
Kekhawatiran dan ketakutan tak berdasar seperti ini memang marak
terjadi di Indonesia. Jangankan takut gak dapet kerjaan lepas kuliah
nanti, wong sama simbol-simbol aja orang Indonesia mah udah panik. Eh eh simbol apaan tuch??
Untuk itu, biasa-biasa aja lah sama jurusan filsafat. Jurusan
filsafat sama saja dengan jurusan lainnya, sama-sama hanya menjadi wadah
untuk menimba ilmu, tidak lebih. Sama seperti mahasiswa lainnya,
mahasiswa filsafat juga dilatih untuk berpikir kritis. Jadi, kalo kita
bahas-bahas siapa penemu kolong meja, atau membahas ketiadaan, itu
sekadar melatih kemampuan berpikir kita saja. Karena bagaimanapun juga,
segala sesuatu harus dipikirkan, tak terkecuali Tuhan sekalipun.
Soal kelak menjadi apa lulusan jurusan filsafat, kembali ke pribadi
masing-masing. Lagi pula, memangnya siapa yang bisa menentukan profesi
kita di kemudian hari jika bukan kita sendiri?
Meskipun secara umum hampir semua mahasiswa akan langsung berpikir
untuk mencari pekerjaan setelah wisuda. Namun, tidak sedikit juga yang
memilih menjadi pengusaha dan segala jenis profesi lainnya. Tentu, itu
semua tak ada salahnya, dan itu pun berlaku bagi mahasiswa filsafat.
Saat
ini, banyak alumni-alumni jurusan filsafat yang berprofesi sebagai
dosen. Ada juga yang menjadi dokter, artis dan profesi lainnya. Di
Indonesia, ada aktris yang kita cintai bersama dan pernah terdaftar sebagai mahasiswa filsafat di UI. Siapa lagi kalo bukan Cinta? Eh Dian Sastrowardoyo maksudnya.
Tentu, selain Mba Dian, masih banyak lagi contoh tokoh-tokoh yang
pernah menempuh pendidikan di jurusan filsafat dengan segala jenis
profesinya saat ini. Sebagai catatan, di Indonesia tak banyak orang
hebat yang pernah bergulat di jurusan filsafat. Tapi, mereka mempelajari
filsafat.
Sebagaimana saya singgung di awal, mahasiswa filsafat tentu bisa jadi
apa saja kelak. Bagaimanapun juga, seorang mahasiswa tentu bebas
memilih profesinya selepas wisuda. Dan perlu diingat, kita bukan HRD
perusahaan, yang bisa menyandingkan cocok-tidaknya jurusan seorang
dengan profesi yang akan ditempuhnya.
Untuk itu, tidak usah terlalu kepo dan memberi perhatian lebih akan
bagaimana nasib para mahasiswa filsafat selepas lulus nanti. Toh,
semisal alumni filsafat ngelamar kerja, pas interview gak bakal tuh
dapet pertanyaan-pertanyaan absurd, semisal “Kira-kira, Nietzsche suka
sarapan pake Nasi Uduk gak, sih dulunya?” ehhh, gimana gimana?
0 Komentar